JAKARTA,CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Menteri PPN/Bappenas Rachmat Pambudy menyampaikan implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan harus tercermin dalam praktik di lapangan, bukan hanya pada angka.
“BPJS yang begitu bagus itu juga harus tercermin, bukan hanya di angka, bukan hanya di data, tapi praktik di lapangan,” ujarnya menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional BPN/Bappenas)Ia mengatakan hal itu dalam Peluncuran Buku Tabel Morbiditas Penduduk Indonesia dan Seminar Capaian Cakupan Kesehatan Semesta di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin 11 November 2024. Sebelum mengikuti seminar ini, dirinya sempat bertemu dengan Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas Maliki dan Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali. BACA JUGA:Skor ESG di S&P Meningkat, BRI Perkuat Posisi Sebagai Pemimpin Keberlanjutan di Sektor Perbankan BACA JUGA:Bergabung Menjadi AgenBRILink, Pendapatan Pelaku UMKM di Simalungun ini Meningkat Ia meminta penjelasan kepada jajarannya mengenai gambaran utuh dari keberlangsungan program BPJS Kesehatan dan bagaimana kaitannya dengan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia, baik informasi baik maupun buruk. “Selama ini, saya mendengar baik yang bagus-bagus, yang kurang bagus, maupun yang buruk. Semua saya dengarkan. Karena saya masih baru, maka informasi yang tercepat yang saya dapatkan adalah dari staf yang ada di sini. Saya sempat agak marah, kenapa BPJS yang begitu penting, perannya begitu besar, di satu sisi mendapat apresiasi, di sisi yang lain juga mendapat hal yang sebaliknya,” ucapnya. Rachmat memberikan contoh terkait pelayanan BPJS Kesehatan mengenai program JKN dari temannya yang berprofesi sebagai dosen. Pelayanan yang diberikan kepada dosen itu disebut baik, memperoleh kemudahan dalam administrasi karena hanya perlu menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan tak perlu membayar biaya kesehatan. Di sisi lain, apabila peserta JKN itu kelas pembantu rumah tangga atau satuan pengamanan (satpam), maka dia harus membayar biaya kesehatan dengan jumlah tertentu. BACA JUGA:BEI selenggarakan CMSE 2024 BACA JUGA:Menko Pangan: Perlu Petani Milenial Agar Sektor Pertanian Tidak Menua “Saya baru menalangi satpam yang anaknya harus operasi sesar, karena belum waktunya lahir, dia harus lahir. Saya tidak bisa menunda, ini menyangkut keselamatan orang terdekat saya,” kata Kepala Bappenas. Setelah memperoleh penjelasan dari Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti, bahwa jumlah peserta JKN telah mencapai 276,52 juta jiwa atau 98,19 persen dari total seluruh penduduk Indonesia, ia memberikan fokus terhadap sekitar 50 juta peserta yang tidak aktif membayar iuran BPJS Kesehatan. Peserta tak aktif ini berarti pernah membayar, tetapi tiba-tiba karena alasan-alasan tertentu, mereka harus berhenti mengeluarkan dana untuk iuran jaminan kesehatan. Menurut Rachmat, salah satu cara menangani persoalan ketidakaktifan peserta dalam program JKN ialah memanfaatkan big data yang dimiliki BPJS Kesehatan. BACA JUGA:Mendag: Kemitraan Ritel Modern dan Toko Kelontong Bisa Bangkitkan UMKM BACA JUGA:Kredit Kendaraan Bermotor BRI, Bunga Kompetitif Solusi Miliki Kendaraan Idaman “Tadi saya dapat penjelasan, BPJS punya big data, punya data time series. BPJS juga mengaplikasikan kecerdasan buatan,” ungkap Menteri PPN. “Saya sengaja minta ikut dalam seminar ini, paling tidak hadir staf yang punya keahlian di bidang kecerdasan buatan ikut. Saya sengaja minta Ibu Sesmen (Sekretaris Kementerian PPN/Bappenas Teni Widuriyanti) untuk menambah satu kedeputian yang mengurus transformasi digital. Saya akan pertama-tama menerapkan untuk BPJS. Kalau BPJS benar-benar bagus, saya akan laporkan langsung kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto. Tapi kalau jelek, bapak tanggung sendiri akibatnya,” kata dia.