Kedua, pengembangan sumber daya manusia yang belum optimal. Rata-rata lama sekolah masyarakat Cianjur hanya 7,33 tahun (jauh dari ideal), sedangkan harapan lama sekolah 12,04 tahun. Sementara itu Angka Partisipasi Murni (APM) disetiap kelompok umur juga sangat memperihatinkan. Data Kemendikbud dan Ristek 2023, menunjukan; 1) Usia 3-6 tahun (PAUD) APM 43,99% itu artinya masih ada 56 dari 100 anak yang tidak mengikuti PAUD; 2) Usia 7-13 (SD) tahun APM 94,71% artinya Masih ada sekitar 5 dari 100 anak yang tidak berada dibangku sekolah; 3) Usai 13-15 tahun (SMP) APM 77,13% artinya masih ada 23 dari 100 anak yang tidak ada dibangku sekolah; dan 4) Usia 16-18 tahun (SMA), APM-nya 68,83% itu artinya 33 dari 100 anak tidak ada di bangku sekolah.
Di sisi lain, usia harapan hidup Cianjur berada di angka 70,96 tahun, masih tertinggal dibanding Jawa Barat (75,16 tahun), hal ini semua menandakan bahwa fondasi sosial Cianjur dalam hal pendidikan dan kesehatan masih belum cukup kuat untuk menopang kemajuan ekonomi jangka panjang.
Ketiga, tingginya angka kemiskinan dan pengangguran. Sebanyak 10,14% penduduk Cianjur hidup di bawah garis kemiskinan, diatas rata-rata kemiskinan Jawa Barat 7,46% dan rata-rata kemiskinan nasiona 8,75%. Padahal jika dibandingkan angka garis kemiskinan Cianjur (Rp. 466.510), dibawah angka garis kemiskinan nasional yaitu sebesar Rp. 595.242. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka mencapai 5,99%, dan lebih dari 40% tenaga kerja terjebak di sektor informal tanpa jaminan pekerjaan layak. Angka-angka ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi belum merata, dan belum mengangkat lapisan masyarakat paling rentan.
Keempat, lemahnya daya saing daerah, salah satunya tercermin dari minimnya investasi asing. Data Forigen direct investment (FDI) menunjukan bahwa mayoritas invetsasi langsung asing yang masuk ke Indonesia itu berada di Jawa Barat dengan total invetsasi asing yang masuk Rp. 252,1T. Sedangkan investasi asing yang masuk ke Cianjur pada tahun 2024 hanya Rp. 382.998.193.124 angka yang sangat kecil dibandingkan potensi wilayah dan kebutuhan dalam rangka menggerakan pembangunan, membuka lapangan pekerjaan, meniakan pendpatan masyarakat. Rendahnya investasi ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti keterbatasan infrastruktur, belum optimalnya pelayanan publik, dan hambatan regulasi yang belum ramah investor.
Terakhir, Rendahnya Kemandirian Fiskal Daerah. Dalam struktur APBD tahun anggaran 2024, dari total pendapatan daerah sebesar Rp 4,81 triliun, hanya sekitar Rp 1,15 triliun yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sisanya sangat tergantung pada dana transfer. Ketergantungan ini menunjukkan bahwa Cianjur belum memiliki kapasitas fiskal yang kuat untuk menjalankan otonomi pembangunan secara penuh. Kelemahan ini harus dijawab melalui penguatan kelembagaan, efisiensi BUMD, dan diversifikasi sumber pendapatan daerah yang berbasis potensi lokal.
Alternatif Kebijakan
Dari pembacaan tantangan tersebut, lahir kesadaran bahwa tidak ada pembangunan yang berhasil tanpa perubahan yang terstruktur dan bertahap. Perubahan itu bukan dimulai dari bawah atau atas semata, tetapi dari hulu dari cara kita memandang politik dan menyusun kebijakan.
Pertama, Memantapkan reformasi birokrasi dan pengembangan sumber daya manusia aparat pemerintahan. Aparat harus memiliki pengetahuan dan wawasan memadai tentang segenap aspek pembangunan di daerahnya, pengaruh dinamika lingkungan strategis nasional dan global terhadap daerah, entrepreneurship (jiwa kewiraushaan), dan etos kerja serta ahlak yang mulia.
Birokrasi dituntu untuk jeli dan punya kemampuan untuk melihat serta memanfaatkan peluang pembangunan (usaha ekonomi) yang dapat memajukan daerah dan mensejahterakan serta meningkatkan kualitas hidup masyarakat Cianjur. Inilah yang menurut Osborne and Gaebler ( 1994), sebagai salah satu karakter dari suatu entrepreneurial government, pemerintah yang berjiwa wirausaha. Mengingat bahwa pada dasarnya pemerintah adalah pembuat arahan (direction), pengendali pembangunan (stiring), dan swasta serta masyarakat-lah yang melaksanakan kegiatan pembangunan ekonomi (rowing). Maka birokrasi harus selalu berorientasi dan peduli terhadap setiap kebutuhan masyarakatnya dan investor (pengusaha).
Kedua, Membangun daya saing ekonomi dan investasi. Investasi swasta mutlak dibutuhkan dalam rangka menciptakan akumulasi modal untuk mengerakan ekonomi daerah. Pemerintah dituntut untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif, dengan penyederhanaan sistem perizinan, kepastian hukum, dan akuntabilitas tarif serta ketepatan waktu. Selain itu daya dukung kinerja ekonomi, infrastruktur yang baik, ketersediaan tenaga kerja serta kondisi sosial politik yang baik mutlak diperlukan.
Ketiga, transformasi sumber daya manusia. Program wajib belajar 12 tahun harus dibarengi dengan reformasi mutu pendidikan, dan kolaborasi dengan dunia usaha. Di bidang kesehatan, perluasan jaminan layanan dasar, peningkatan fasilitas Puskesmas, serta penyuluhan gizi dan kesehatan reproduksi menjadi bagian dari investasi jangka panjang.
Keempat, strategi penanggulangan kemiskinan dan pengangguran yang terpadu. Program bantuan sosial harus berbasis data yang akurat dan integratif yaitu dengan menggunakan Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional, intervensi APBD melalui project padat karya, dan bantuan modal usaha yang terarah bisa menjadi model baru dalam perlindungan, pengembangan dan pemberdayaan sosial.
Kelima, penguatan kemandirian fiskal daerah dan memanfaatkan fungsi alokasi dan distribusi resources APBD. Dalam konteks ini dibutuhkan keberpihakan yang nyata, dari pemangku kebijakan untuk memanfaatkan sumberdaya daerah untuk kepentingan rakyat. Artinya, APBD harus lebih besar dialokasikan dan didistribusikan untuk belanja public, seperti; pendidikan, kesehatan, pangan, infrastruktur, air bersih, dan pemberdayaan serta pengembangan masyarakat.
Terakhir saya perlu menegaskan bahwa apa yang dibutuhkan Cianjur hari ini tidak hanya perubahan tampilan luar, tetapi perubahan cara berpikir dari yang prosedural menjadi substansial, dari yang reaktif menjadi strategis. Di sinilah politik memainkan perannya sebagai orkestra pembangunan, menyatukan harmoni kepentingan menuju jalan kesejahteraan.
Oleh:
Lepi Ali Firmansyah, MP