Nasi Kotak BHS Dinilai Menyimpang

Nasi Kotak BHS Dinilai Menyimpang

Cianjurekspres.net - Direktur Politic Social and Local Goverment Studies (Poslogis) Cianjur, Asto Nanggala menilai, pengadaan nasi kotak 'bermerk' BHS bisa masuk kategori penyimpangan anggaran. Menurutnya, hal tersebut lantaran tidak ada dalam anggaran hasil refocusing dan terkesan untuk kepentingan pribadinya sangat kuat. "Secara teknis, kegiatan percepatan penanganan Covid-19 di daerah terdapat dua hal pokok, yaitu pengorganisasian dan penganggaran kegiatan," kata Asto saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (29/4/2020). Dia mengatakan, yang dinamakan pengorganisasian seharusnya mengacu kepada Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 440/2622/SJ tentang pembentukan Gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 daerah dan penganggaran, dan tentunya hal tersebut juga mengacu kepada Instruksi Mendagri Nomor 1 tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Covid-19 di Lingkungan Pemerintah Daerah. "Semua ada aturannya, jadi harus benar-benar jelas," katanya. Terkait dengan penyediaan nasi kotak lanjut Asto, ia memandang ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama didanai oleh personal Herman Suherman selaku Plt Bupati. Pasalnya, bisa dilihat dari spanduk-spanduk maupun sticker yang ditempel pada nasi kotak tersebut nyaris tidak ada atribut pemerintah daerah. "Termasuk foto yang terpajang, tidak ada tanda jabatan Kepala Daerahnya. Baca juga: Pemkab Cianjur Masih Mengkaji Penerapan PSBB Parsial Kemungkinan ke dua memang di danai oleh APBD Cianjur hasil dari pergeseran alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocusing). Tetapi, dalam anggaran tersebut tidak tercantum pengadaan nasi kotak," paparnya. Asto mengatakan, dari hasil refocusing anggaran sebesar Rp100 Milyar tersebut, diantaranya sebesar sebesar Rp22.230 juta digunakan untuk dua kegiatan, yaitu penyediaan cadangan pangan dalam bentuk pembelian gabah dan pengadaan kebutuhan bahan pokok (Sembako). "Dua kegiatan tersebut memang sesuai dengan Instruksi Mendagri Nomor 1 tahun 2020, diktum ketiga yang menyebutkan bahwa kepala daerah harus memastikan dan mengawasi kecukupan sembako di wilayah masing-masing baik ketersediaan suplai dan kelancaran distribusi," ujarnya. Asto mengatakan, dalam lampiran Instruksi Mendagri menyatakan bahwa penanganan dampak ekonomi antara lain pengadaan bahan pangan dan kebutuhan pokok dalam rangka menjaga ketahanan pangan daerah dan menekan dampak panic buying. "Jadi, kalau mencermati dokumen refocusing anggaran dan Intruksi Mendagri di atas, tidak ditemukan anggaran untuk pengadaan nasi kotak. Jika memang pengadaan nasi kotak tersebut diambil dari kegiatan pengadaan kebutuhan bahan pokok (Sembako), tentu ini bisa masuk kategori penyimpangan anggaran. Sebab kalau pengadaan sembako harus melalui lelang. Cara lelangnya pun tentu berbeda dengan cara lelang dalam kondisi biasa. Hingga saat ini kita cek di LPSE Cianjur tidak ada proses lelang pengadaan sembako," terangnya. Ia mengatakan, ketika melihat di lapangan, semua atribut yang terpasang baik dalam baligho maupun stikernya, sama sekali tidak mencerminkan bahwa kegiatannya itu program pemerintah daerah. Sebab tidak ada sama sekali atribut pemerintah. "Justru yang ada saat ini, hanya atribut personal Herman Suherman saja. Tentunya hal tersebut tidak jauh beda dengan aksi sosial personal, dan terkesan memanfaatkan anggaran pandemi untuk kepentingan pribadinya sangat kuat," kata Asto. Baca juga: Komisi B Datangi Bulog Cianjur Pertanyakan Kualitas Beras untuk Dapur Umum Kecamatan Selain itu, pengadaan nasi kotak untuk Kabupaten Cianjur menurutnya, bukan skala prioritas. Sebabnya belum ditetapkan sebagai daerah yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). "Jika sudah PSBB, tentu pengadaan nasi kotak itu menjadi skala prioritas, sebab banyak kegiatan-kegiatan masyarakat yang diharuskan tutup dan pengetatan kegiatan masyarakat yang barang tentu akan mengaggu pada ketersediaan makanan. Sementara Cianjur, masyarakat masih boleh melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekonomi tetapi harus mengikuti protokoler kesehatan pencegahan covid. Jadi tidak ada urgensinya pengadaan nasi kotak tersebut," jelasnya. Asto mengatakan, yang seharusnya menjadi urgensi di Cianjur dalam hal ketahanan pangan adalah menjaga stok bahan pokok termasuk pelengkap lainnya. Diantara seperti harga gas elpiji, harga beras, minyak goreng dan lainnya. "Bentuk kegiatannya bisa dengan operasi pasar, mengadakan sembako murah, subsidi bahan pangan, pembelian hasil pertanian masyarakat, atau kalau mau instan bentuknya pembagian sembako langsung kepada masyarakat, bukan oleh makanan siap saji seperti nasi kotak," tandasnya. Ketua Yayasan Hijau Cianjur, Saeful Anwar menuturkan pengadaan nasi kotak yang di sebar Pemkab Cianjur dinilainya tidak efektif dan juga tidak tepat sasaran. "Kalau pendapat saya, pengadaan nasi kotak itu dapat dilakukan apabila masyarakat terdampak covid-19 yang berbasis data sejumlah 40 persen dari jumlah penduduk yang sudah terpenuhi. Akan tetapi, faktanya hingga saat ini warga yang sudah didata, baik oleh RT/RW dan desa dan dibantu para relawan belum sepenuhnya mendapat bantuan sosial," kata Saeful saat dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (29/4/2020). Dia menjelaskan, data 40 persen tersebut berdasarkan hasil dari perhitungan Provinsi Jabar. Di antaranya 25 persen warga miskin ditambah 15 persen warga miskin baru. "Setidaknya pemerintah akan mengalokasikan bantuan terhadap 40 persen ke warga yang terdampak. Namun sesungguhnya perhitungan ini pun dirasa masih kurang, karena yang terdampak bisa lebih dari 50 persen," paparnya. Menurutnya, banyak warga miskin baru yang disebabkan terdampaknya Covid-19. Sedangkan bagi mereka warga yang sudah terdaftar, sebaiknya segera dituntaskan dan harus menjadi skala prioritas. "Bantuan sosial ini, haruslah sejalan dengan alokasi kebutuhan Sembako. Yang mana jumlah kebutuhan sehari-harinya dan atau setidak-tidaknya dapat mencukupi kebutuhan pangan harian. Sebagaimana yang sudah direncanakan pemerintah pusat, dan provinsi, agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial," kata Saeful. Dia mengatakan, pengadaan dapur umum yang dilakukan Pemkab Cianjur menurutnya tidak efektif. Selain itu, juga akan beresiko rawan terjadinya pengumpulan orang, hal ini tentu bertentangan dengan penerapan physical distancing itu sendiri. Baca Juga: PKS Cium Ada Pihak Sengaja Buat Gaduh Bansos Covid-19 di Jabar Saeful mengatakan, Pemkab Cianjur harus adil dalam menyalurkan bantuan sosial, dan harus sesuai basis data yang telah masuk ke gugus tugas melalui dinas sosial dan jaringan relawan desa yang hingga saat ini belum direalisasikan. "Masyarakat menunggu bantuan dari pemerintah melalui Pemkab Cianjur. Dan saya harap Plt Bupati bisa langsung memeriksa keadaan masyarakat di level bawah, bagaimana keadaan pangan mereka. Nasi kotak hanya bisa bertahan saat itu saja, dan belum tentu bisa dinikmati oleh semua usia dalam keluarga. Bagaimana kalau ada bayi? Jadi alangkah baiknya bila bantuan itu bentuknya sembako, dengan begutu bisa di olah sendiri dan dirasa akan lebih efektif," kata Saeful. Dijelaskan Saeful, nasi kotak itu diadakan setelah warga yang sudah terdata dan sudah mendapat bantuan. Sedangkan bagi warga yang tidak terdata, semisal gelandangan atau masyarakat yang ada diwilayah Cianjur yang tidak terupdate data juga harus diselamatkan hidupnya. Ketua Tim Advokasi Rakyat (TAR) Kabupaten Cianjur, Anditar menyebutkan, saat ini pihaknya tengah melakukan penelusuran. Mulai dari tim kreatif, dinas yang terkait, anggaran yang digunakan dikeluarkan darimana, dan berapa anggaran yang digunakan. "Akan saya telusuri, mulai dari tim kreatif, pos anggaran yang digunakan darimana, dan yang menjadi pertanyaan. Kalau dari APBD, kenapa tidak ada logo Cianjurnya, sedangkan dalam setiap memberikan komentarnya, selalu melibatkan kata Forkopimda," tandasnya.(yis/red/*)

Sumber: