Akademisi: Pembangunan Desa Butuh Kader Atau Pendamping

Tangkapan layar - Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) Ivanovich Agusta dalam diskusi Bedah Buku "Perubahan Sosial dan Masa Depan Nelayan Indonesia" karya Dosen SKPM IPB Rilus A. Kinseng, sepe--
JAKARTA,CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) Institut Pertanian Bogor (IPB) Ivanovich Agusta berpandangan pembangunan desa dan komunitas pesisir tidak bisa berjalan maksimal tanpa dukungan kader pembangunan atau tenaga pendamping.
"Kalau teori itu benar di level meso, di komunitasnya sendiri, maka yang paling tepat kalau kita ingin membangun desa itu pasti selalu butuh kader, selalu butuh pendamping, atau manajer pengembangan komunitas di setiap level," ujar Sosiolog Pedesaan yang akrab disapa Ivan itu dalam diskusi Bedah Buku "Perubahan Sosial dan Masa Depan Nelayan Indonesia" karya Dosen SKPM IPB Rilus A. Kinseng, seperti dipantau di Jakarta, Selasa 25 Februari 2025.
Dalam buku tersebut, Rilus Kinseng menyoroti bahwa pembangunan dapat dilakukan dengan praktik yang berteori. Ivan menilai gagasan tersebut sejalan dengan pendekatan berbasis teori meso, yang menghubungkan kebijakan dengan realitas di lapangan.
Pendekatan meso merupakan konsep dalam sosiologi yang menempatkan komunitas sebagai penghubung antara kebijakan besar (makro) dan kehidupan individu atau kelompok kecil (mikro).
BACA JUGA:Gubernur Dedi Mulyadi Prioritaskan Efisiensi Anggaran untuk Kebutuhan Rakyat
BACA JUGA:Menkomdigi Sebut 79,5 Persen Masyarakat Indonesia Gunakan Internet
Dengan pendekatan ini pembangunan tidak hanya berorientasi pada kebijakan nasional yang seragam, tetapi juga mempertimbangkan dinamika sosial di tingkat komunitas.
Melalui teori meso diketahui bahwa perubahan di masyarakat tidak hanya ditentukan oleh faktor individu, tetapi juga oleh struktur sosial yang lebih luas, seperti interaksi dengan pemerintah, swasta, dan organisasi masyarakat sipil.
Ivan menilai pendekatan seperti itu bernilai lebih efektif dibandingkan kebijakan yang dipaksakan secara seragam untuk semua daerah.
"Pendekatan yang memperhatikan realitas di lapangan lebih efektif dibandingkan kebijakan yang diseragamkan untuk semua daerah," kata Ivan.
BACA JUGA:KSP Minta Dinas Kesehatan Setempat Sosialisasikan Satu Sehat untuk CKG
BACA JUGA:BMKG: Mayoritas Kota Besar Indonesia Diguyur Hujan Ringan-Berpetir
Ivan menambahkan para kader pembangunan atau tenaga pendamping itu dapat berperan dalam mendiagnosis masalah, mencari solusi, dan menjaga motivasi komunitas dalam menyelesaikan persoalan sosial.
Selain pentingnya pendamping dalam pembangunan desa, Ivan juga telah menekankan perubahan sosial memerlukan jaringan yang luas. Menurutnya, gerakan sosial dari kelompok nelayan atau petani tidak bisa bergerak sendiri, tetapi harus mendapat dukungan dari berbagai pihak, termasuk golongan menengah dan atas.
"Gerakan sosial itu bisa membuat nelayan berdemo di Jakarta. Tapi yang lebih penting, mereka harus punya jaringan yang bisa sampai ke level menteri, bahkan bisa beraudiensi dengan presiden," kata Ivan.
Ia menjelaskan bahwa perjuangan kelompok masyarakat bawah tidak akan berjalan efektif jika tidak memiliki akses komunikasi dengan pihak yang lebih berpengaruh.
BACA JUGA:Menag Berharap Pers Indonesia Terus Menjadi Pencerah Umat
BACA JUGA:Wamendagri Dorong Kepala Daerah Pakai Transportasi Publik di Daerahnya
"Jika tidak ada komunikasi dengan kelompok menengah dan atas, sulit bagi gerakan sosial untuk mencapai kebijakan yang berpihak pada masyarakat bawah," ucapnya.
Sumber: antara