Bubur Ayam dari Cilaku Cianjur Ini Miliki Cita Rasa Khas
Cianjurekspres.net - Selain tauco, makanan khas lainnya di Cianjur adalah bubur ayam. Salah satu pedagang bubur ayam Cianjur yang telah banyak dikenal yakni Yayat Iskandar (26). Pedagang bubur ayam asal Kampung Cilaku RT 05/RW 02 Desa Sukasari, Kecamatan Cilaku, ini sudah turun temurun sejak tahun 1982 dari neneknya yang bernama Umi. Yayat jualan bubur ayam biasa mangkal di depan Masjid di pinggiran Jalan Raya Cibeber, tepatnya di Kampung Cilaku kurang lebih sudah 6 tahun lamanya. Citarasa bubur yang dijajakan Yayat, merupakan racikan bumbu khas yang dimiliki secara turun temurun dari pendahulunya yang bernama Umi. "Saya ini generasi yang ke 6, kalau pendahulu saya yang jualan bubur ayam itu Umi sejak tahun 1982," kata Yayat saat ditemui di lapaknya di Jalan Raya Cibeber, Kampung Cilaku, Desa Sukasari, Kecamatan Cilaku dilansir dari Harian Umum Cianjur Ekspres. Yayat mengatakan, diusianya yang terbilang masih muda itu dirinya tak ingin seperti pemuda lainnya menjadi karyawan perusahaan atau pabrik-pabrik besar. Melainkan ingin menekuni usaha jualan bubur ayam peninggalan orang tuanya. "Saya lebih nyaman jualan bubur ayam kang, ketimbang menjadi karyawan di perusahaan," katanya. Sembari meladeni pembeli, Yayat pun menceritakan kisah awalnya dagang bubur ayam yang dinamai "Bubur Ayam Sundarasa" di kaca depan rodanya tersebut. Bahwa asal muasal penjual bubur di Kampungnya yang pertama jualan bubur ayam adalah seorang neneknya atau Umi, sepeninggalan Umi lah anak dari orangtuanya Yayat pun jualan bubur ayam di sepanjang Jalan Raya Cibeber dari Mayak Cibeber hingga perbatasan Cilaku. "Kalau langsung dari keturunan Umi, hanya beberapa gerobag saja, tapi saudara-saudara saya, saat ini banyak yang tertarik untuk jualan bubur ayam. Sehingga saat ini kurang lebih ada 19 roda atau gerobag yang mangkal setiap harinya jualan bubur ayam di sepanjang Jalan Raya Cibeber Cilaku," ujarnya. Rasa boleh dicoba lanjut Yayat, kualitas dan racikan bumbunya pun tentu akan berbeda. "Saya juga tidak tahu kenapa, yang pasti olahan bubur Umi ini lain daripada yang lainnya," kata Yayat. Kalau pagi-pagi atau subuh biasanya tapi tidak setiap hari, Plt Bupati Cianjur H Herman Suherman suka makan bubur ayam disini. Dikatakan Yayat, proses awal pembuatan bubur ayam ini menurutnya sangatlah rumit. Mulai dari mengolah beras menjadi bubur harus benar-benar ulet, ditambah lagi proses bumbu lainnya seperti pepes daun bawang, ati ampela, kacang goreng, kerupuk, ayam goreng, seledri, dan kualitas sambal pun harus yang pres atau tidak boleh menggunakan cabai kering. "Kalau jualannya sih enak, tapi proses pembuatannya ini kang, lumayan rumit. Tapi, bagi saya karena sudah terbiasa menjadi ringan," ungkapnya. Dalam satu hari sebelum dilanda virus korona, lanjut Yayat, bisa menghabiskan 4 hingga 5 liter beras dalam satu harinya. Namun saat ini Yayat hanya membuat buburnya paling banyak cuma 2,5 liter saja, atau hitungan kotor rata-rata per harinya kisaran Rp700 ribu. "Kalau sebelum dilanda virus korona, pendapatan lumayan banyak. Tapi sekarang pun alhamdulillah, kalau pendapatan kotornya pernah satu hari bisa mencapai Rp700 ribu, belanja ini dan itu paling sisa kurang lebih Rp300 ribu per hari," jelasnya. Yayat meyakini bahwa asal muasal bubur ayam Cianjur ini awalnya dari Cilaku, seiring berjalannya waktu saat ini banyak warga Cianjur yang berprofesi sebagai pedagang bubur ayam. "Sebenarnya bubur ayam Cianjur ini awalnya dari sini kang, (Cilaku)," katanya. Sesepuh Majelis Taklim Al Firdaus asal Kampung Cilaku Tongoh, Desa Sukasari, Kecamatan Cilaku, H Dadang, mengatakan silsilah bubur ayam Cianjur sebenarnya berasal dari Kampung Cilaku. "Sebenarnya asal usul bubur ayam Cianjur itu aslinya dari Cilaku, ya bubur ayam Umi yang saat diteruskan oleh generasi penerusnya," kata H Dadang. H Dadang mengatakan, di Kecamatan Cilaku bubur Umi ini sangat terkenal bahkan bapak Plt Bupati saja suka makan bubur disini yang jualannya di pinggiran Jalan depan Masjid. "Bapak Plt Bupati Cianjur H Herman Suherman pun sering makan bubur disini, tapi biasanya pagi-pagi atau masih subuh," katanya. Ada sebuah kisah nyata lanjut H Dadang, bahwa bubur ayam yang jualannya asli keturunan Umi, pasti beda rasanya jika dibandingkan bukan asli keturunan Uminya sendiri. "Saya pernah beli atau jajan bubur, padahal masih ada kaitan saudara sama Umi sang legendaris penjual bubur tersebut. Tapi ketika saya mencobanya tetap saja beda, disinilah keanehannya, lain hal jika yang menjualnya atau pedagangnya benar-benar keturunan Umi jangan ditanya lagi," kata H Dadang. Sementara itu Ketua DPRD Kabupaten Cianjur Ganjar Ramadhan mengatakan, bubur yang didagangkan sama keturunannya Umi memang berbeda. "Girinyih (berminyak) dan tidak mengandung air pada saat bubur tersebut kita makan, pokoknya gurih-gurih gimana gitu di lidah itu," ujarnya. Ganjar mengaku jika dirinya memang tinggal di wilayah Kecamatan Cilaku, sehingga tidak sulit dan tidak jauh juga untuk mencicipi bubur lezatnya buatan dari keturunan Umi penjual bubur sang legendaris tersebut.(yis/sri/hyt)
Sumber: