Komdak Adukan Kades Nanggalamekar ke Kejati
PERWAKILAN masyarakat Desa Nanggalamekar, Kecamatan Ciranjang, Kabupaten Cianjur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Desa Nanggalemakar (Komdak) mendatangi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Kamis (18/11). Kedatangan Komdak ke Kejati untuk mendorong percepatan proses hukum adanya dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala Desa Nanggalamekar, Kecamatan Ciranjang. Sebelumnya, pada 21 Oktober lalu Komdak juga telah mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Cianjur untuk melaporkan hal serupa. Salah seorang anggota Komdak Anwar Rustandi mengatakan, kedatangannya ke Kejati selain menyampaikan tembusan atas laporan ke pihak Kejari Cianjur juga melakukan konsultasi dengan pihak Kejati Jabar. "Sesampainya di Kejati, saya sampaikan dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kades," ujarnya, Kamis (18/11). Menurutnya, beberapa poin yang disampaikan ke Kejati diantaranya penyalahgunaan wewenang, pemanfaatan tanah kas desa. "Estimasi kerugian negara dari pemanfaatan tanah kas desa kurang lebih Rp105 juta," katanya. Dikatakan Anwar, kegiatan pemanfaatan tanah kas desa (TKD) berjalan kurang lebih tiga bulan yakni bentuk kegiatannya galian pasir dan batu dengan nilai jual per satu truk minimal Rp260 ribu. "Jika dihitung 40 truk perhari, dikalikan Rp260 ribu saja bisa mendapatkan Rp13 juta. Jika dihitung per bulan dengan efektif 26 hari kerja dan berjalan kurang lebih selama tiga bulan kurang lebih akan menghasilkan Rp1,014 miliar jika ditambah Rp105 juta artinya ada kerugian negara kurang lebih Rp1.119 miliar," ujarnya. Adapun modus penyalahgunaan wewenangnnya, dalam proses pemanfaatan TKD tersebut, Kepala Desa tidak menempuh sesuai dengan peraturan tentang pemanfaatan TKD. Misalnya, tidak diawali dengan Musyawarah Desa (Musdes), Surat Perjanjian Kerja (SPK) dengan pihak ketiga tidak disepakati terlebih dahulu dalam Musdes, bahkan melangkahi bupati, sebab seharusnya sebelum terdapat kegiatan pemanfaatan TKD, harus terlebih dahulu mengantongi izin dari bupati. "Sudah jelas, semua tertuang dalam Permendagri No. 1 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa maupun dalam Permendagri No. 96 tahun 2017 tentang Tata Cara Kerja Sama Desa Di Bidang Pemerintahan Desa," paparnya. Sekretaris Pemuda Pancasila Ranting Desa Nanggalamekar, Asep Saprudin menyampaikan, disamping masalah TKD, juga terkait penyimpangan dalam anggaran Covid-19 tahun 2020 dan semester satu tahun 2021. Diantaranya pengadaan makan minum yang dilaksanakan oleh pihak ketiga, dimana pihak ketiganya adalah perusahaan milik istri kepala desa. Sementara menurut Pasal 29 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan, kepala desa dilarang membuat keputusan yang menguntungkan diri sendiri, anggota keluarga, pihak lain, dan atau golongan tertentu. Yang lebih fatal lagi, terdapat mark up dalam pengadaan barang dan jasa dalam program Covid-19, selama kurun waktu tahun 2020 sampai semester 1 tahun 2021 mencapai Rp56,585 juta. Selain itu, harga satu box masker yang isinya 50 pcs sampai Rp100 ribu. Padahal harga di pasaran paling tinggi Rp24 ribu. Itu salah satu contohnya. Masih banyak pengadaan barang lainnya yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga harganya diluar batas kewajaran, apalagi kalau bicara harga pasar sangat jauh. "Untuk itulah maka kami mohon kepada pihak Kejaksaan agar secepatnya melakukan penyelidikan terhadap apa yang kami laporkan," jelasnya. Sementara itu, Kuasa hukum Kepala Desa Nanggala Mekar Karnaen mengatakan, jika apa yang dilakukan oleh sekelompok warga di Desa Nanggalamekar merupakan muatan politis. "Saya merasa, apa yang dilakukan sekelompok orang itu merupakan muatan politis," kata Karnaen saat dihubungi melalui sambungan telefon, Kamis (18/11). Karnaen mengatakan, bahwa selama ini pihaknya masih menunggu hasil pemeriksaan dari aparat penegak hukum. "Saya ingatkan, jika klien kami ini tidak terbukti apa yang disangkakan. Maka akan membuat laporan balik," tandasnya.(yis/sri)
Sumber: