Memahami Gerak Pencitraan Politisi Jelang Pilkada 2020
INDONESIA sejak 2018 hingga tahun depan akan sangat sibuk dengan berbagai pergelaran pesta demokrasi. Tahun ini kita baru saja menyelesaikan tahapan paling melelahkan dari setiap rangakaian pergelaran tersebut, pemilu eksekutif dan legislatif secara serentak. Setelah itu, kita akan diajak bermaraton menuju Pilkada serentak 2020. Selama tiga tahun berturut-turut, dialektika dalam proses itu muncul tanpa tahu kapan berakhir. Ruang publik kita riuh dengan jargon-jargon, perdebatan, diskusi, berita hoax, hingga munculnya boneka-boneka perebut kekuasaan bernama politisi yang lalu lalang menonjolkan dirinya dalam rangka menarik simpati pemilih. Di antara sekian banyak hal tersebut, penulis merasa tergelitik terhadap poin terakhir bahwa orang-orang berlomba mencitrakan diri dengan berbagai macam cara yang disengaja hanya untuk mendapatkan kekuasaan. Memang harus diakui bahwa politik itu mutlak membutuhkan pencitraan. Tanpa pencitraan, orang tidak akan mengenalnya. Pencitraan merupakan bagian dari kebutuhan branding bagi setiap orang yang membutuhkan suara publik. Di era partisipasi suara rakyat adalah penentu nasib politisi, hukum yang berlaku adalah
Sumber: