Ridwan Kamil Dorong Anak Muda Kelola Sektor Pertanian

Jumat 11-12-2020,12:50 WIB
Editor : nida

Cianjurekspres.net - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendorong generasi muda agar mencintai dan menggeluti dunia pertanian. Selain peluang dan pasar yang cukup luas, juga sebagai antisipasi ancaman kritis pangan akibat dikuranginya volume ekspor dari sejumlah negara. Hal itu diungkapkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil saat peluncuran West Java Food & Agriculture Summit 2020 yang digelar Bank Indonesia, di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Kamis (10/12/2020). Menurut Emil, sapaan Ridwan Kamil, produktivitas sektor pertanian khususnya Jawa Barat masih rendah. Ini terlihat dari masih bergantungnya Indonesia terhadap produk pertanian impor. Lewat West Java Food & Agriculture Summit 2020 diharapkan bisa menjadi salah satu cara menjaga ketahanan pangan di Jabar. Emil mengungkapkan, Lewat West Java Food & Agriculture Summit 2020 bisa mengkolaborasikan forum-forum pembeli yang siap membeli produk-produk berbasis agraria di Jabar. "Jadi lewat kegiatan ini kita akan informasikan, misalnya butuh berapa banyak kentang, lalu diinformasikan stok jeruk nipis yang perlu dihasilkan, dan pembelinya sudah siap. Jadi tidak perlu bingung harus jual kemana. Jumlahnya ada 20-an perusahaan," ucap Emil. Emil menyebut, pada 2021 nanti di Jabar konsepnya segala jenis produk pertanian sudah disinkronkan dengan kebutuhan pasar dan dibeli dengan harga yang baik. Hal ini juga akan diiringi dengan rencana program petani milenial, dimana pemerintah provinsi akan meminjamkan lahan nganggur untuk dikelola individu anak-anak muda. "Nanti akan kita seleksi anak muda-nya yang menguasai teknologi, karena pertaniannya adalah pertanian yang mengedepankan science space yang dimana segalanya berhubungan dengan dunia digital, termasuk sistem penjualannya," imbuhnya. Demi mewujudkan target tersebut, Emil meminta, West Java Food & Agriculture Summit 2020 dijadikan forum rutin dengan tujuan untuk mengatasi potensi krisis pangan. Menurutnya, ada indikasi negara-negara pengekspor pangan akan menahan diri di tahun depan. "Segera susun kepanitiaan kemandirian pangan Jabar. Jangan sampai kita krisis pangan. Jangan ada kekurangan anak-anak muda yang mau jadi petani, tidak ada lagi petani yang tidak sejahtera," jelasnya. Emil menuturkan, program yang dilaksanakan apalagi didukung penuh Bank Indonesia Jawa Barat bisa menjadi kebangkitan ketahanan pangan 2021. Ia menaruh harapan jangan sampai krisis kesehatan terjadi, kemudian krisis ekonomi dan krisis pangan. "Sejauh ini, hasil pangan pertumbuhannya positifnya. Tapi kami ingin anak-anak muda yang tangguh dan paham perkembangan zaman tidak ada alasan enggan kembali ke desa (bertani). Boleh ke desa, rezeki kota dan bisnisnya mendunia," paparnya. Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jabar, Herawanto mengungkapkan, tanah di Jabar memang subur dan harus dimanfaatkan dengan benar. Kata Herawanto, dorongan untuk mengembangkan sektor pertanian bukan untuk mengerdilkan atau menghentikan tumbuhnya sektor lain, seperti industri atau manufaktur. "Bagi kami (Bank Indonesia) ini satu hal yang bagus karena selama ini Jabar terkesannya ekspor, manufaktur, pengolahan, tekstil. Pertanian juga harus bergerak. Kita bangun sektor pertanian yang tidak merusak lingkungan karena sangat sustainable," tegasnya. Herawanto mengatakan, dari sisi ekonomi berkelanjutan selain sektor manufacturing harus berjalan namun nuansa lingkungan hidupnya harus terjaga, sehingga ke depan tidak ada industri yang merusak lingkungan yang bisa mencemarkan sekor pertanian karena akan mengurangi produktivitas hasil panen yang akan menjadi andalan di Jabar. "Kemarin kita mencoba menarik investasi dari investor baik dalam maupun luar negeri. Sekarang bukan untuk menarik investasi, melainkan bagaimana membahas ketahanan pangan Jabar sesuai yang dijelaskan Gubernur (Ridwan Kamil). Jadi ada sisi produksi, ada konsumsi, ada distribusi antara produksi ke konsumen," paparnya. Perlu menjadi catatan dari sisi Bank Indonesia, kata Herawanto, kestabilan inflasi tidak boleh mengorbankan salah satu pihak apakah produsen ataupun konsumen. Seandainya inflasi terlalu rendah, bukan tidak mungkin akan terjadi deflasi yang rugi pasti produsen, kemudian produsen (petani) tidak mau menanam karena rugi, tapi juga tidak boleh inflasi terlalu tinggi karena konsumen nanti akan terkena dampaknya. "WJFAS 2020 sangat perlu diperhatikan bersama, semangatnya mengajak generasi muda menjadi petani untuk mengembangkan desa yang mandiri dan melek teknologi, mulai proses produksi hingga penjualan dengan model bisnis yang modern sesuai perkembangan zaman," pungkasnya.(Nik)

Tags :
Kategori :

Terkait