Bukan Hanya Kemiskinan, BKKBN Sebut Pola Asuh Jadi Penyebab Stunting

Jumat 01-07-2022,08:14 WIB
Editor : cianjur

Cianjurekspres.net- Stunting atau gagal tumbuh pada anak dapat berisiko menghambat pertumbuhan fisik dan kerentanan anak terhadap penyakit. Selain itu juga stunting akan menyebabkan hambatan perkembangan kognitif yang dapat berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa depan. Seringkali terjadinya kasus stunting dikaitkan dengan persolana kemiskinan, baru-baru ini Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) menyatakan bahwa kemiskinan bukan jadi penyebab utama terjadinya stunting di Indonesia. Baca Juga: Innalillahi, Menteri PAN-RB Tjahjo Kumolo Meninggal Dunia Hal ini berdasarkan pada data survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, angka prelevansi stunting secara nasional masih ada di angka 24,4 persen. Artinya terdapat enam juta anak yang mengalami gagal tumbuh atau dalam kondisi stuntung. "Kemiskinan bukan satu-satunya permasalahan dalam stunting, pengetahuan yang minim saat sebelum menikah, hamil dan pola asuh yang salah terhadap anak bisa menjadi penyebab terjadinya stunting." terang Siti Fathonah, Penyuluh KB Utama BKKBN dalam keterangan tertulis pada Jumat, (1/7/2022). Fathonah menuturkan seringkali banyak pihak menyalahkan bahwa tingkat kemiskinan identik dengan pendapatan yang rendah sehingga asupan gizi anak tidak maksimal. Sayangnya, stunting dapat terjadi meski seorang anak berada di dalam keluarga yang kaya sekalipun. Baca Juga: Soal Stunting di Cianjur, Wakil Ketua DPRD Minta Pemkab Lakukan Evaluasi Secara Utuh Sebab permasalahan stunting di Indonesia, cederung terjadi akibat pola asuh yang salah diterapkan dalam keluarga dan minimnya pengetahuan terkait kesehatan perempuan dan anak bahkan sejak sebelum pernikahan. Dengan demikian, supaya anak terhindar dari stunting, kata Fathonah, calon pengantin perempuan disarankan untuk memeriksakan kesehatannya mulai dari pemeriksaan lingkar lengan, berat badan, dan tinggi badan. Kemudian pemeriksaan hemoglobin (Hb) untuk mengetahui apakah calon ibu memiliki anemia. Fathonah menambahkan untuk ibu hamil, gizi yang diberikan oleh keluarga harus seimbang. Pemeriksaan kehamilan untuk memantau tumbuh kembang janin juga harus rutin dilakukan. Baca Juga: Soal Kabar Marshanda Hilang, Keluarga: Baik-baik Saja "Kalau dari semua indikator itu ada yang merah, dia diminta ke puskesmas agar mendapat treatment. Makanya tiga bulan sebelum menikah harus mendaftar di aplikasi Elsimil (Elektronik Siap Nikah Siap Hamil) agar terkontrol," ujar Fathonah. Sementara pada hari pertama kelahiran bayi, jika bayi terlahir dengan berat badan di bawah 2,5 kilogram dan panjang di bawah 48 sentimeter, bayi dapat dikatakan masuk kategori. Dengan demikian, dirinya menekankan bayi sampai usia enam bulan, harus diberikan ASI eksklusif dan secara penuh sampai enam bulan dilanjutkan dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI). Fathonah melanjutkan BKKBN sendiri sudah membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) supaya pengetahuan dan kesehatan keluarga dapat dikawal dengan baik. Di mana terdapat lima sasaran dari tim tersebut dalam menurunkan angka stunting yakni calon pengantin, ibu hamil, bayi dua tahun (baduta), bayi lima tahun (balita) dan ibu pasca bersalin. Kelima sasaran tersebut nantinya akan dilakukan inkubasi dan perhatian khusus. "Inilah pentingnya memberikan edukasi kepada masyarakat. BKKBN melalui kelembagaanya ada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), satgas stunting, Tim Pendamping Keluarga (TPK) di desa, terus memberikan edukasi kepada masyarakat," kata dia. (ant/hsm)

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler