KemenPPPA: Angka Perkawinan Anak Menurun Tiga Tahun Terakhir

KemenPPPA: Angka Perkawinan Anak Menurun Tiga Tahun Terakhir

Ilustrasi perkawinan.(pixabay) --

CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyatakan secara nasional, angka perkawinan anak mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir.

"Pada 2022 - 2023 memang NTB menjadi peringkat tertinggi di Indonesia," kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan KemenPPPA Rohika Kurniadi Sari dalam talkshow di Jakarta, Selasa 30 April 2024.

Selain itu, provinsi lainnya seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat tercatat juga masih tinggi tingkat prevalensi perkawinan anak.

BACA JUGA:Menkominfo: Penjudi Online tak Akan Pernah Menang Lawan Mesin Bandar

Dia menambahkan, pada 2021 angka perkawinan anak tercatat turun dari 10,35 persen menjadi 9,23 persen. Kemudian pada 2022, turun 23 persen menjadi 8,06 persen, dan turun lagi menjadi 6,92 persen pada 2023.

Menurut dia, capaian ini melampaui dari target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 - 2024, yaitu sebesar 8,74 persen di tahun 2024.

Rohika Kurniadi Sari mengatakan upaya menurunkan angka perkawinan anak harus terus dilakukan karena perkawinan anak adalah pelanggaran terhadap hak anak.

BACA JUGA:OPD di Pemkab Cianjur Tuntut Sekda Mundur, Cecep: Dunia Sudah Terbalik

Pemerintah telah memiliki Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) yang telah dirilis pada 2020. Kemudian sebagai tindak lanjut dari Stranas PPA, pemerintah menerbitkan Panduan Praktis Pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak di Daerah.

Buku panduan ini akan membantu pemerintah daerah untuk mengidentifikasi permasalahan perkawinan anak di daerah tersebut, langkah-langkah dalam menyiapkan rencana aksi, hingga tahapan untuk menuangkan-nya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan hingga tingkat desa.

Rohika Kurniadi Sari menambahkan pentingnya sinergi dan kolaborasi kementerian/lembaga, pemerintah daerah, media, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, hingga anak itu sendiri untuk menurunkan dan mencegah perkawinan anak.

"Sehingga kita bisa mencapai Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045," katanya.

Sumber: antara