Setelah kerjasama terjalin, nampaknya Kang Emil sudah mempercayai hasil kerja Kang Duduy. Pada proses pengerjaan Lampu Gentur untuk masjid Al Jabbar, Kang Duduy tak perlu repot-repot mengajukan proposal dan lika-liku birokrasi lainnya.
Kang Duduy ternyata sudah menggeluti kerajinan Lampu Gentur sejak dirinya masih kecil. Di bangku SD, dirinya yang sudah ditinggalkan orang tuanya, belajar membuat kerajinan Lampu Gentur dari sang kakak.
“Saya belajar membuat lampu itu sejak bentuknya masih terbuat dari kaleng dan menggunakan minyak tanah. Raka (kakak) saya yang mengajarkan karena kedua orang tua waktu itu sudah tidak ada. Nah saya mulai produktif saat awalmula Lampu Gentur model Minangkabau,” kata Kang Duduy.
Setelah ahli membuat kerajinan, dia pun diboyong oleh kakaknye ke Pulau Dewata Bali. Di sana hasil kerajinannya pun diakui hingga ke luar negeri. Penyuka Lampu Gentur dari Abu Dhabi, Swedia hingga Kanada pernah pesan buah tangannya.
“Waktu di Bali, pemasaran hasil kerajinan Lampu Gentur saya sampai ke Swedia, Abu Dhabi dan Kanada,” kata Kang Duduy.
Namun, insiden Bom Bali I yang guncang dunia pada 2002 silam, merubah semuanya. Ekonomi di Bali merosot. Dirinya pun terpaksa pulang ke Cianjur. Di tahun 2004 dia memutuskan untuk menikah.
“Setelah nikah saya kembali ke Bali bersama keluarga. Tapi 2007 saya balik lagi ke Cianjur, akhirnya saya mantap menetap dan berusaha di sini,” kata Kang Duduy.
Sekarang, Kang Duduy hidup dengan istri dan tiga anaknya. Mengais rejeki lewat seni kerajinan. Namun, proses dan kerja kerasnya selama menjadi seniman kini terbayarkan.
Proyek-proyek kesenian di daerah lain pun pernah dia tangani. Sebelum masjid 99 Kubah Makassar, Sulawesi Selatan dan masjid Al Jabbar Bandung, dirinya pernah menggarap daerah Sumatera.
Beberapa tahun silam, Kang Duduy pernah didapuk untuk membuat lampu hias utama untuk masjid Agung Madani Nasional Islamic Centre (MAMIC) Rokan Hulu, Riau.
Tak tanggung-tanggung besarnya Lampu Gentur yang dibuat, tingginya sampai 13 meter, bentangnya capai delapan meter. Beratnya pun hingga tiga ton. Lampu raksasa itu dibuat di Kampung Gentur lalu dikirim ke Riau untuk dipasang.
“Kalau yang di Riau itu saya buat 13 meter kali delapan meter. Beratnya ‘paling’ tiga tonan. Kita bikin supaya bisa dibongkar pasang. Kalau dibuat utuh dari sini nanti takutnya ada kerusakan di jalan,” ujarnya.(*)