Ini Penjelasan BMKG Soal Isu Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut

Ini Penjelasan BMKG Soal Isu Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut

Ilustrasi-Gempa (pixabay)--

CIANJUR,CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Isu potensi gempa besar dan tsunami yang disebabkan Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut yang ramai diperbincangkan, membuat warga di Indonesia cemas.

Namun, Kepala Pusat Gempa dan Tsunami BMKG, Daryono mengatakan, jika potensi Gempa di zona megathrust bukan bentuk peringatan dini yang menyiratkan seakan-akan segera terjadi Gempa besar.

Diketahui sebelumnya, dirinya menyebutkan ilmuan Indonesia khawatir Megathrust Selat Sunda bisa menyebabkan gempa besar hingga 8,7 Magnitudo dan Megathrust Mentawai-Siberut sebesar 8,9 Magnitudo.

"Kita hanya mengingatkan kembali soal adanya Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut. Karena sudah terjadi kekosongan gempa (seismic gap) yang berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa yang signifikan dan dapat terjadi sewaktu-waktu," ujar Daryono dalam keterangan resminya pada Kamis, 15 Agustus 2024.

BACA JUGA:Pemkab Cianjur Hari Ini Gelar Rapat Bersama BMKG, BNPB, Kementerian PUPR, Tentukan Warga yang Wajib Relokasi

BACA JUGA:Cianjur Dikelilingi 7 Sesar, BMKG: Gak Usah Panik

Menurutnya, seismic gap di Megathrust Selat Sunda sudah terjadi sampai 267 tahun. Gempa besar terakhir di zona itu diketahui terjadi pada 1757 silam.

Sementara gempa besar akibat Megathrust Mentawai-Siberut terakhir kali terjadi pada 1797 atau 227 tahun lalu.

Jika dibandingkan dengan kejadian gempa besar 7,1 Magnitudo yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang dan memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024. Padahal, seismic gap hanya 78 tahun.

"Sehingga mestinya kita lebih serius dalam menyiapkan upaya pencegahan," kata Daryono.

BACA JUGA:BMKG: Cianjur Masuk Kawasan Siaga Bencana

BACA JUGA:BMKG Prakirakan Cuaca Secara Umum Berawan Hingga Hujan Ringan

Terpisah, Kepala Staf Geofisika Kelas 1 Bandung BMKG menyebutkan, seluruh alat pendeteksi dini bencana baik itu sensor, warning receiver system new generation (WRS NG) ataupun sirene dalam kondisi baik.

"Kita lakukan preventive maintenance rutin. Jika ada peralatan kami yang mati (off), akan ada indikator di sistem kami dan akan segera dilakukan perbaikan (maintenance)," ungkapnya.

Sumber: