Target Cukai Minuman Berpemanis Turun Jadi Rp3,8 Triliun pada 2025

Target Cukai Minuman Berpemanis Turun Jadi Rp3,8 Triliun pada 2025

Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Muhammad Aflah Farobi (kedua dari kanan) menjawab pertanyaan awak media dalam Media Gathering Kementerian Keuangan APBN 2025 di Serang, Banten, Kamis (26/--

JAKARTA,CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan, target penerimaan cukai dari produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) menurun dari Rp4,3 triliun pada 2024 menjadi Rp3,8 triliun tahun depan.

“Kenapa kok lebih rendah? Kemarin kami setelah berdiskusi dengan DPR melihat penerapan cukai MBDK ini tentunya harus dikaji sesuai perkembangan perekonomian,” ujar Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Kemenkeu Muhammad Aflah Farobi di Serang, Banten, Kamis 26 September 2024.

Ia mengatakan, besaran tarif dan jenis produk yang akan dikenakan cukai tersebut masih dikaji dan belum diputuskan, mengingat kebijakan tersebut baru akan berlaku pada era pemerintahan mendatang, sementara kini pemerintah masih dalam masa transisi.

Meskipun begitu, ia mengakui bahwa telah ada usulan penentuan tarif cukai tersebut sebesar 2,5 persen.

BACA JUGA:Mendag Ajak Mahasiswa Manfaatkan Peluang Sukses Dari Dunia Digital

BACA JUGA:Rawan Diselewengkan, Hiswana Migas Cianjur Sarankan Pertamini Tidak Menjual Pertalite

Tidak hanya terkait cukai terhadap MBDK, Aflah menuturkan bahwa pihaknya juga tengah mengkaji perubahan tarif cukai hasil tembakau (CHT).

“Mengenai cukai hasil tembakau, HJE (Harga Jual Eceran)-nya juga sedang masih dikaji apakah akan berpengaruh kepada pengendalian konsumsi dan penerimaan seberapa besar,” katanya.

Hal tersebut mengingat kini tengah terjadi fenomena downtrading pada produk rokok, yaitu beralihnya preferensi konsumen ke produk yang lebih murah.

Selain fenomena tersebut, ia menuturkan bahwa pihaknya juga mempertimbangkan empat hal lain sebelum memutuskan perubahan tarif CHT tersebut.

BACA JUGA:Lestarikan Ekosistem Laut, PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Tanjung Gerem Transpalansi Terumbu Karang

BACA JUGA:Bey Machmudin Buka GIIAS 2024, Terkesan dengan Teknologi Automotif Terkini

Pertama adalah kondisi industri dan petani tembakau, kedua faktor kesehatan dan pengendalian konsumsi, ketiga faktor penerimaan, serta keempat ialah peredaran rokok ilegal.

“Jadi, untuk empat hal ini tentunya kita cari di mana titik optimumnya, termasuk bagaimana pengaruh terhadap penerimaan dan pengendalian konsumennya saat ini masih kami kaji bersama,” imbuh Aflah.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan pada 10 September lalu, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI mendorong pemerintah mulai menerapkan cukai MBDK untuk mengurangi dampak negatif tingginya konsumsi produk tersebut.

“BAKN merekomendasikan pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK sebesar 2,5 persen pada tahun 2025 dan secara bertahap sampai dengan 20 persen,” ujar Pimpinan BAKN DPR RI Wahyu Sanjaya.

BACA JUGA:KKP: Ekspor Produk Perikanan ke Rusia Capai 25,38 Juta Dolar AS

BACA JUGA:Menkeu: Pendapatan Negara Capai Rp1.777 Triliun Per Agustus 2024

Selain cukai MBDK, BAKN juga mendorong pemerintah untuk menaikkan CHT jenis sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek mesin (SKM) minimal 5 persen setiap tahun selama dua tahun ke depan.

Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara dari CHT dan membatasi kenaikan CHT pada jenis sigaret kretek tangan (SKT) agar mendorong penambahan penyerapan tenaga kerja.

Sumber: antara