Sepenggal Cerita Malam Tahun Baru dari Lokasi Pengungsian Korban Gempa di Cianjur
ANGATKAN DIRI: Pengungsi di Kampung Rawacina, Oleh dan Yusuf Togiri serta Kades Nagrak Hendi Saiful Maladi membakar sampah untuk hangatkan diri saat malam pergantian tahun, Sabtu (31/12).(Rikzan RA/Cianjur Ekspres)--
CIANJUR, CIANJUR EKSPRES - Perayaan malam pergantian tahun dibeberapa daerah selalu ditandai dengan penyalaan kembang api saat detik-detik pergantian hari pada pukul 00.00. Berbagai acara senantiasa digelar sebagai bentuk suka cita menyambut tahun baru.
Namun, tidak demikian yang terjadi di Cianjur. Ada yang berbeda di perayaan malam pergantian tahun dari 2022 ke 2023 itu. Suasana hiruk pikuk euforia yang terjadi di daerah lain, sangat kontras dengan kondisi di wilayah terdampak gempa bumi Cianjur seperti di Kampung Rawacina, Desa Nagrak.
BACA JUGA:Dewan Soroti Perbedaan Data Kerusakan Rumah Akibat Gempa di Cianjur
Jika orang lain merayakan pergantian tahun dengan kegiatan bakar-bakar jagung bersama keluarga dan kerabat, korban terdampak bencana di beberapa titik pengungsian hanya bisa bakar sisa puing-puing rumahnya yang telah rata dengan tanah. Atau hanya sekadar bakar sampah sisa bungkus makanan bantuan.
Sejak memasuki Jalan Gatot Mangkupraja, Nagrak, tak ada titik-titik keramaian. Semakin dalam, menuju Desa Cibulakan, semakin banyak tenda-tenda keluarga yang masih berdiri. Mulai terlihat beberapa warga tengah membakar kayu sisa runtuhan rumah. Tak ada jagung, tak ada ayam atau ikan yang dibakar.
Di titik pusat gempa 5,6 magnitudo, yakni Kampung Rawacina, kondisi malam gelap dan berkabut. Hanya ada dua orang yang terlihat tengah membakar tumpukan sampah di sisi sungai.
BACA JUGA:Wabup Cianjur: Kak Seto Bantu Pemulihan Trauma Korban Gempa
Pak Yusuf Togiri (33) dan Pak Oleh (53) berjongkok, menghangatkan diri. Keduanya tengah menatap api, tapi pandanganya jauh entah kemana. Mereka punya beberapa kesamaan. Sama-sama kehilangan rumah, sama-sama kehilangan keluarga.
Yusuf Togiri, uwa dan ponakannya meninggal akibat gempa. Sedangkan Oleh, kehilangan anaknya. Jangan tanya rumahnya, di Rawacina tak ada satupun rumah yang berdiri utuh.
Letusan-letusan kembang api terdengar, tanda 2022 berlalu. Keduanya tak begeming. Tidak ada satupun anak-anak yang keluar tenda karena girang mendengar suara kembang api. Meskipun sebenarnya, dari Kampung Rawacina, kembang api berpadu kerlap kerlip lampu kota nampak indah dari ketinggian.
BACA JUGA:Resolusi Bupati Herman Suherman di 2023: Cianjur Bangkit dan Pulih
“Tahun baru sebelumnya biasanya di rumah berkumpul dengan kelurga, atau jalan-jalan bersama anak-anak. Sekarang mah mereka di tenda, kedinginan saat hujan. Diungsikan. Suka dukanya, banyak dukanya,” kata Yusuf Togiri, sambil kembali mendorong sampah ke api, agar tak padam.
Meskipun bisa merayakan pergantian tahun, mereka enggan. Yusuf berpikir, tak layak ada pesta ditengah orang-orang yang bertahan hidup di pengungsian, orang-orang yang kehilangan tempat tinggal dan sanak saudara.
“Kami masih dirundung duka,” singkat Yusuf.
Sumber: