Bapenda Cianjur Sebut Penerapan Aturan PBB dan BPHTB Berubah

 Bapenda Cianjur Sebut Penerapan Aturan PBB dan BPHTB Berubah

--

CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cianjur menyebut penerapan aturan sektor Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) di Kabupaten Cianjur, berubah.

Kepala Bidang Pendataan dan Penetapan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Cianjur Ardian Atholillah mengatakan, Perubahan tersebut menyusul terbitnya aturan baru Peraturan Daerah Nomor 17/2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sesuai amanat undang-undang.

"Dalam perda tersebut terdapat beberapa penyesuaian atau perubahan ketentuan-ketentuan pajak daerah, salah satunya berkaitan PBB-P2 dan BPHTB. Ketentuan ini berkaitan dengan notaris dan PPAT," katanya kepada Cianjur Ekspres, Kamis 18 Januari 2024.

Ardian menjelaskan, ada beberapa aturan yang berbeda dengan sebelumnya dan perlu disosialisasikan kepada notaris atau PPAT, aturan yang berbeda itu antara lain soal tarif PBB yang sebelumnya penetapan tarif PBB sebesar 0,1 persen dengan nominal nilai jual objek pajak (NJOP) sampai dengan Rp1 miliar dan 0,2 persen dengan nominal NJOP di atas Rp1 Miliar.

Sementara pada peraturan baru, tarifnya dibedakan berdasarkan pemanfaatan lahan atau pemanfaatan objek pajak. Jadi tarif normalnya 0,2 persen kecuali untuk lahan yang digunakan produksi pangan dan ternak, itu tarifnya 0,15 persen.

"Contohnya sawah, ladang, terus lahan untuk ternak domba dan lainnya. Pada prinsipnya, tarif penetapan PBB-P2 dengan aturan sekarang cenderung turun," jelasnya.

Sedangkan pada sektor BPHTB, lanjut Ardian, ada perubahan pada nilai tidak kena pajak, dimana yang sebelumnya nilai tidak kena pajak untuk transaksi jual-beli sebesar Rp60 juta dan waris sebesar Rp300 juta, sekarang berubah nilai tidak kena pajak transaksi jual-beli menjadi Rp80 juta dan waris menjadi Rp400 juta.

"Misalnya ada transaksi jual-beli sebesar Rp100 juta, sekarang pengurangnya sebesar Rp80 juta. Jadi yang kena pajaknya hanya Rp20 juta dikali 5 persen tarifnya yang tunggal untuk BPHTB sehingga BPHTB-nya hanya membayar Rp1 juta," tuturnya.

Menurutnya, penyesuaian atau perubahan ketentuan-ketentuan pada Perda Nomor 17/2023 memang perlu disosialisasikan, terutama kepada PPAT atau notaris. Sebab, ketentuan tersebut bersifat teknis yang berkaitan dengan Akta Tanah, Akta Jual Beli (AJB), maupun Akta Pemisahan Hak Bersama (APHB).

"Setiap akta yang dikeluarkan PPAT, terutang BPHTB, nanti dihitung kena pajak atau tidak untuk jual beli. Kalau nilainya di bawah Rp80 juta, itu tidak kena pajak, kalau di atas Rp80 juta kena pajak jual beli," ujarnya.

 "Terus pendaftaran tanah ke BPN juga terutang BPHTB. Khusus untuk akta dari PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap), BPHTB-nya digratiskan," sambungnya.

Dia mengungkapkan, dengan perubahan aturan maka menjadi tuntutan adanya penyesuaian NJOP karena ada penaikan nilai tidak kena pajak. NJOP lebih disesuaikan dengan nilai yang wajar.

"Tapi penyesuaian NJOP ini tidak terlalu memberatkan kepada masyarakat. Di kita (Cianjur, red), NJOP itu ternyata sangat terlalu rendah. Ini yang kita berikan pemahaman juga kepada notaris atau PPAT. Jadi memang sudah seharusnya perlu penyesuaian," ungkapnya.

Ardian menambahkan, ada nilai plus dan minus dengan penerapan aturan baru tersebut. Minusnya, diproyeksikan kemungkinan bakal terjadi penurunan penerimaan PBB-P2.

Sumber: