Cegah Penyiksaan, Komnas Minta Jangan Berlebihan dalam Penangkapan
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani (kiri) dalam webinar bertajuk "Peluncuran Laporan 25 tahun Implementasi Konvensi CAT di Indonesia", di Jakarta, Rabu (16/10/2024). (Foto: ANTARA)--
JAKARTA,CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani menilai penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam proses penangkapan masih menjadi momok penghalang untuk mencegah keberulangan penyiksaan.
"Penggunaan kekuatan yang berlebihan dalam proses penangkapan, ketergantungan pada pengakuan sebagai bukti utama kejahatan, dan kesulitan dalam membatasi otoritas militer, masih terus menjadi momok penghalang untuk mencegah keberulangan penyiksaan," kata Andy Yentriyani dalam webinar di Jakarta, Rabu 16 Oktober 2024.
Sementara, komitmen untuk memutus impunitas masih dirasakan lemah dan inisiatif pemulihan korban juga tersendat.
Pihaknya juga menilai pengawasan yang terbatas dan belum sistematik menjadi faktor yang melanggengkan penyiksaan dan perlakuan semena-mena di ruang-ruang serupa tahanan, seperti di panti kesehatan jiwa, panti asuhan dan panti rehab narkotika.
BACA JUGA:Jelang Purnatugas, Tradisi Water Salute Sambut Wapres di Halim
BACA JUGA:DPR: Herindra Rencana Dilantik Jadi Kepala BIN Saat Pelantikan Menteri
"Adanya pendekatan militeristik, dengan kekerasan dan keinginan balas dendam masih menjadi norma yang hidup di dalam masyarakat. Sulitnya menghapus hukuman mati dan hukuman kebiri kimia adalah buktinya," kata Andy Yentriyani.
Demikian juga masih adanya pengarakan dan bentuk penghukuman massa lainnya.
Kemudian, hukuman cambuk di Aceh, menurut dia, direkatkan sebagai pilihan politis dalam ketegangan relasi nasional dan daerah yang memiliki pengalaman panjang konflik bersenjata daripada menimbang persoalan HAM.
"Selain itu, persoalan perspektif aparat penegak hukum dan indikasi penyalahgunaan kewenangan yang menjadi latar praktik penundaan keadilan berkelanjutan menghadirkan penyiksaan dan perlakuan semena-mena dalam berbagai kasus kekerasan berbasis gender," kata Andy Yentriyani yang juga Koordinator Kerja Sama untuk Pencegahan Penyiksaan (KuPP) ini.
Sumber: antara