BMPS dan Organisasi Sekolah/Madrasah Swasta di Kabupaten Cianjur Tolak Kepgub Jabar
Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BPMS) dan organisasi sekolah serta madrasah di Kabupaten Cianjur melakukan audiensi dengan Komisi IV dan Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kabupaten Cianjur, kemarin (8/7/2025). (Foto: CIANJUR EKSPRES/Herry Febriyanto)--
CIANJUR,CIANJUREKSPRES.DISWAY.ID - Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BPMS) dan organisasi sekolah serta madrasah di Kabupaten Cianjur melakukan audiensi dengan Komisi IV dan Panitia Khusus (Pansus) RPJMD DPRD Kabupaten Cianjur, pada Selasa 8 Juli 2025.
Ada empat poin pernyataan sikap yang disampaikan mereka dalam audiensi yang digelar di Ruang Rapat Paripurna DPRD Cianjur. Diantaranya, Hilangkan dikotomi sekolah/madrasah negeri dan swasta. Menolak Kepgub Jawa Barat Tentang PAPS (50 siswa/rombel). Menolak kebijakan tentang jam belajar yang menghilangkan jam belajar sekolah agama (MDTU dan TPQ) serta Menuntut penanganan anak tidak sekolah (ATS) Cianjur melibatkan swasta.
"Pertama, kami menyampaikan dan berharap tidak ada istilah dikotomi pendidikan, baik negeri dan swasta, sekolah dan madrasah, urusan pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Yang ingin kita pikirkan adalah ini semua adalah masyarakat Kabupaten Cianjur," ujar Ketua BMPS Kabupaten Cianjur, Muhammad Toha saat menyampaikan pernyataan sikapnya.
Hal ini sebetulnya sudah disampaikan pihak BMPS saat melakukan audiensi dengan Komisi IV DPRD Cianjur beserta stakeholder pemerintah lainnya seperti Kantor Cabang Dinas Pendidikan (KCD) Wilayah VI, Kementerian Agama dan Disdikpora Cianjur beberapa waktu lalu yang menghasilkan nota dinas.
BACA JUGA:Berlaku Tahun Ajaran Baru, Siswa di Cianjur Mulai Belajar Pukul 06.30 WIB
BACA JUGA:DPMPTSP Cianjur Akan Buka Stand Pelayanan Khusus di Lokasi HJC ke-348
Lalu yang kedua, kata Toha, keputusan Gubernur Jawa Barat berkaitan dengan Pencegahan Anak Putus Sekolah (PPAS) bahwa sekolah negeri pada satuan pendidikan menengah dapat menerima 50 siswa per rombongan belajar (rombel) tentunya sangat baik agar jangan sampai ada anak putus sekolah di Jawa Barat.
"Tetapi yang kami kritisi adalah bagaimana kebijakan ini tidak dikotomi antara (sekolah,red) negeri dan swasta, sehingga proses penanganannya bisa duduk bareng. Sehingga melakukan penanganan secara teknis," katanya.
Pihaknya memahami jika jenjang pendidikan SMA/SMK bukan urusan kabupaten, melainkan provinsi. Namun Toha berharap bisa duduk bareng terkait penanganan PAPS.
"Ketiga, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan kebijakan yang ditindaklanjuti dinas pendidikan mengenai jam sekolah. Tentu saja ini akan merubah semua tatanan yang mungkin nanti bisa positif, tapi tidak menutupkemungkinan akan ada dampak negatifnya," katanya.
BACA JUGA:Wacana Pemisahan Bidpora dari Disdikpora Cianjur Kembali Mengemuka
BACA JUGA:Di Cianjur, Kantor Cabang PGRI Rata-rata Numpang di Tanah Desa
Dampak negatif yang dimaksud, jelas Toha, jangan sampai kebijakan tentang jam belajar ini, khususnya di jam pulang sekolah menimbukan kesan yang akhirnya bisa berimplikasi terhadap menurunnya tumbuh kembang partisipasi masyarakat di dalam menjalankan pendidikan keagamaan non formal.
"Kenapa? walaupun ada hitung-hitungan bisa sampai jam 13.30 WIB, tetapi fakta di lapangan banyak sekolah-sekolah SD Negeri itu menyelenggarakan bisa sampai jam 14.00 WIB. Mohon nanti ada kebijakan yang teknis dari dinas pendidikan supaya kepala sekolah, guru-guru yang ada di wilayah kerja dinas pendidikan bisa berkonsolidasi kembali sehingga tidak terjadi kembali nanti di lapangan hiruk pikuk di masyarakat," tuturnya.
Sumber:
